Dilema Perjalanan: Ketidaknyamanan dalam Cinta Traveling


Perjalanan adalah cerita. Sebuah cerita di mana setiap langkah adalah bab baru yang membuka lembaran hidup dengan pengalaman yang tak terlupakan. Sampai sini, kita sepakat ? 

Aku selalu ingat dan hal ini tak akan pernah bisa terlupakan tentang bagaimana awal mula aku jatuh hati pada sebuah perjalanan/traveling. Saat itu usiaku menginjak 17 tahun, sebagai hadiah kelulusan sekolah menengah atas dan hadiah dari ulang tahun ke 17, Ibuku menghadiahi sebuah perjalanan ke Jakarta sambil mengunjungi para sepupuku yang telah merantau ke sana sejak menikah. Bagi keluargaku, traveling adalah sebuah kemewahan, ibuku yang single mother harus menabung dengan baik agar bisa menghadiahkan ku perjalanan ini. Namun beliau selalu ingat pesan Alm. Papa yang punya cita-cita membawaku keliling dunia, menurutnya dunia terlalu indah untuk tidak di selami lebih dalam, banyak pelajaran bisa didapatkan dari tempat baru yang didatangi, pelajaran yang tak akan bisa didapatkan dari sekolahan, melihat tempat baru, keluar dari zona nyaman, tentang menghargai perbedaan, tentang kompromi, empati dan lainnya, sampai akhirnya Papa tak bisa mewujudkannya, mengenalkanku pada perjalanan akhirnya menjadi sesuatu yang diupayakan oleh Ibu.

Aku masih ingat betul dengan perasaan deg deg-an pertama kali menginjak garbarata dan rasanya semakin tak karuan saat mulai melewati lorong pesawat hingga ketempat duduk. Rasanya, seperti aku pemeran dalam adegan di film-film yang aku lihat dulu.

Setibanya di Jakarta, aku menyaksikan gedung-gedung tinggi yang tak pernah aku liat sebelumnya dan melihat banyak perbedaan budaya yang membuat aku terkesima. Cara bicara dan lain lain, di momen itu aku menyadari bahwa ada kehidupan lain selain yang aku tahu selama ini. Dan di momen itu aku menyadari, bahwa aku ingin melihat lebih banyak lagi dan menyadari bahwa telah jatuh cinta pada traveling.        

Namun seperti frasa yang mengatakan bahwa tidak yang sempurna di dunia ini, begitupun dengan jatuh cinta. Saat jatuh cinta, kita tak bisa hanya memilih jatuh cinta pada hal enak-enaknya saja, tapi harus sepaket dengan hal tidak enaknya. Disini aku menemui dilema yang rumit. Aku mencintai saat bertemu orang-orang baru, melihat tempat baru, budaya baru yang ditemui di perjalanan—namun, ada satu hal yang tak kusukai yaitu ketidaknyamanan yang muncul dalam hal proses perpindahan tempat. Dalam cinta besar terhadap traveling, ada ketakutan-ketakutan yang merangkulku, menciptakan dilema yang sulit dipecahkan. 

Bandara dan pesawat— aku selalu suka bandara. Melihat orang-orang berlalu lalang dengan berbagai urusan dan kepentingan. tempat pertemuan dan perpisahan. Ada mimpi dan harapan berlalu lalang didasana. Aroma dan kegembiraan yang menggelora mengisi udara. Aku suka bandara tapi tidak begitu saat di pesawat. Begitu aku berada dalam pesawat, ketidaknyamanan muncul. Rasa terkurung dan kegelisahan menghampiri. Seperti sesak yang tidak bisa aku ungkapkan. Aku tidak tahu mengapa, tetapi ada rasa takut yang tak bisa dijelaskan yang merayapi diriku. Mungkin ini adalah rasa tidak berdaya di tengah-tengah langit, atau ketidakpastian akan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Kemudian, kapal dan lautan—dengan keindahan yang memukau dan keajaiban yang tak terkira. Aku selalu jatuh cinta pada deburan ombak dan sentuhan angin laut di wajahku. Namun, seringkali, ketika aku berada dalam perjalanan kapal, tubuhku langsung merasakan ketidaknyamanan ini. Rasa mual dan pusing mengintai, menciptakan sensasi yang sulit dijelaskan. Aku ingin menikmati pemandangan laut yang biru, tetapi pada saat yang sama, aku harus melawan rasa tak nyaman yang mendalam.

Mobil dan perjalanan darat. Aku suka menyetir. Menyusuri jalan-jalan yang tak terbatas dengan kendaraan memberiku kebebasan yang luar biasa. Namun, ketika perjalanan darat berlangsung lebih dari lima jam, tubuhku sudah tak nyaman dan tak tenang. Mabuk darat membuat perjalanan yang seharusnya menyenangkan menjadi tantangan tersendiri.

Dalam dilema ini, aku merasa terperangkap di antara mimpi mimpiku untuk menjelajahi dunia dan kenyataan bahwa tubuhku tidak selalu sejalan dengan impian-impian itu. Kadang aku bertanya-tanya, apakah cinta besar terhadap traveling harus disertai dengan ketidaknyamanan yang tak terhindarkan? Apakah ada cara untuk mencari keseimbangan antara keinginan melihat dunia dan ketidaknyamanan yang sering menyertainya?

Mungkin, jawabannya terletak dalam penerimaan. Menerima bahwa ketidaknyamanan adalah bagian dari perjalanan itu sendiri. Mengerti bahwa tak selamanya segalanya akan berjalan mulus, dan bahwa tantangan-tantangan ini adalah ujian bagi ketabahan dan ketekunan. Mungkin, juga terletak dalam mencari solusi praktis— membawa buku atau musik favorit adalah cara-cara yang kucoba untuk mengatasi rasa takut dalam pesawat, atau menggunakan teknik pernapasan untuk mengatasi mual saat berada dalam perjalanan kapal. 

Aku juga menyadari bahwa perencanaan yang baik dapat membantu mengelola ketidaknyamanan. Memilih perjalanan yang lebih pendek, memilih moda transportasi yang lebih nyaman, atau mengambil istirahat yang cukup selama perjalanan darat dapat membuat pengalaman traveling lebih erat dengan kenyamanan.

Dalam akhirnya, dilema ini adalah bagian dari perjalanan hidupku. Meskipun sulit, itu mengajarkan aku untuk bersyukur atas keindahan dunia ini dan menghargai setiap momen perjalanan, meskipun terkadang diiringi oleh ketidaknyamanan. Aku memutuskan untuk terus mencintai traveling, meskipun itu datang dengan rasa takut dan ketidaknyamanan. Karena pada akhirnya, setiap tantangan itu membentuk cerita baru dalam lembaran hidupku—sebuah kisah yang akan kuceritakan kepada generasi mendatang. Dalam cinta besar terhadap traveling, aku menemukan keberanian untuk melangkah maju, bahkan jika itu berarti menghadapi ketidaknyamanan yang tak terelakkan. Sebab, setiap detik yang aku habiskan di jalan adalah bagian dari petualangan yang tak ternilai harganya, meski dihiasi dengan dilema dan ketidaknyamanan.

Pada akhirnya, kemana lagi kita ? :)

2 Comments

  1. Setiap petualangan memang memiliki beragam kisah dan cerita. Tentu tidak selalu menyenangkan jika menemukan ketidaknyamanan. Tetapi pada dasarnya namanya liburan itu harus membahagiakan. Begitu ya kan,sis?

    BalasHapus
  2. aku suka jalan jalan, semenjak badanku tak sejalan dengan kendaraan, aku jadi benci sebuah perpindahan, pemandangan jalan-jalan tak lagi semenyenangkan yang dikisahkan ketika di bangku sekolahan. akhir kata aku mabuk perjalanan

    BalasHapus